Rasa-ku setia

         Kadang, perasaan suka itu tidak bisa dibohongi. Entah itu dengan sahabat atau bahkan orang asing sekalipun.
Sama seperti yang saat ini kurasakan. Rasa yang tak istimewa namun berubah menjadi cinta.
          
         Kamu tahu bagaimana prosesnya, bagaimana itu bisa terjadi?
Mudah saja. Aku punya cerita tentang satu rasa yang kumiliki. Beda dengan rasa suka dan cinta monyet, rasaku ini setia menemani. Hingga maut memisahkan...., mungkin bisa begitu ceritanya..


***


Namaku Ois, pentolan SMU nomer satu di kota kelahiranku. Jangan kaget bagaimana paras rupawanku, modal kulit putih saja bagiku tidak cukup untuk jadi tampan seperti Hatta—anak berkulit putih dari SMU sebelah yang digandrungi banyak gadis. Tapi aku punya karisma, itu juga berkat turunan dari ayahku yang menurut ibu dan tetangga, beliau berkarismatik.

Meskipun pentolan dan ketua geng, aku bukan Ois si anak badung. Bajuku tetap bersih dan rapih tanpa adanya sobek sana-sini atau mungkin bercak cokelat darah kering bekas tawuran. Pentolan sekolah itu lebih ganteng kalau tetap rapih, seperti aku..

Dan mengingat wajahku yang rupawan tadi, banyak sekali siswi-siswi berebut perhatian denganku. Yang rambutnya panjang, pendek, medium, atau yang tomboy sekalipun mereka nggak mau kalah berebut perhatian denganku.

Jadi orang rupawan memang enak, yang tidak enaknya saat kamu benar-benar menemukan satu wanita yang ternyata kebal dengan ke-rupawananmu. Panggil namanya Bening. Bening Awingga. Puteri dari bapaknya dan ibunya, gadis manis berlesung pipit dan sedikit pucat. Bersekolah disini selama kurang lebih 3 tahun, aku baru sadar ada gadis secantik Bening yang nganggur tanpa pasangan.

Hampir setiap hari aku mengekornya, cantik bukan main! Tapi kalau disapa, hanya menoleh sebentar dan pergi. Ini bukan jual mahal namanya. Bening gadis baik-baik. Pergi dengan meninggalkan anggukan sekilas di depanku. Diajak ngomongpun kalem dan anggun. Kalau sudah begini, siapa yang tidak suka?

Oh, Bening.. aku mulai suka. Apapun yang ada padamu. Bagaimana tutur katamu. Dan seperti apa tingkah lakumu. Yang tidak kusuka, bagimana bisa pucat diwajahmu tak pernah hilang?

Siang hari tepat jam istirahat kedua. Aku masih tetap mengekor Bening dari jarak sepuluh kaki. Mengamatinya dalam diam tanpa harus sembunyi. Aku lelaki untuk apa sembunyi pada gadis yang kusuka. Bening sendirian dan selalu seperti itu. aku berusaha menghapus jarak antara kami berdua dengan terus mengekornya. Sampai pada depan kelasnya, aku berusaha menyapa, lagi..

“Bening,” dia menoleh memperlihatkan kepucatan wajahnya.

“Ya?”

“Namaku Ois,” kunaik turunkan alisku jenaka sembari mengulurkan jabat tangan padanya. Rasa sukaku bertambah berkali lipat kala itu Bening menyambut jabatan tanganku. “Kita satu angkatan. Beruntungnya aku masih bisa mengenalmu sebelum kita sama-sama lulus.”

Dia tersenyum. Hatiku bergetar.

“Kamu tahu, rasa suka itu mudah digambarkan.”

“Contohnya?” duh, dia bertanya padaku..

“Seperti sekarang aku mulai mengajakmu mengobrol dengan berdiri di depan pintu kelas.”

Spontan saja dia menoleh ke belakangku, banyak siswa yang ingin masuk ke dalam kelas namun terhadang oleh tubuhku. Aku yakin mereka pasti tahu, pentolan SMU mereka sedang mendekati Bening si gadis manis.

Bening tersipu, ada rona merah sedikit menerpa bagian pipinya. Rupanya pucat di wajahnya juga tidak permanen, batinku terpesona.

“Aku masuk dulu,” pamitnya padaku.

“Hmm, belajar yang rajin!” dan tubuhku mulai minggir mempersilahkan siswa dibelakangku lewat. Nanti lagi pikirku, langkah awalku mendekati Bening mendapat restu baik oleh Tuhan.
***


Aku tahu Bening mendapat jemputan dari orangtuanya saat pulang sekolah. Jadi, yang kulakukan hanya duduk di atas motor bersama anak-anak lainnya sembari mengamati bagaimana Bening masuk ke dalam mobil.

“Anak siapa yang kamu incar?”

Oh, dia Haris, teman sepermainanku. “Bening. Yang ini jangan diganggu. Milik Ois!” ancamku yang dihadiahi anggukan para teman-temanku yang lain.

“Bagus. Sore nanti jadi untuk kita main bareng?”

“Jadi. Lumayan buat waktu senggang sebelum kamu ngejar Bening.”

Temanku, tahu saja dia. Namanya rasa memang harus diperjuangkan. Apalagi kalau sudah berubah jadi cinta. Harus dikejar sampai dapat, kalaupun tidak bisa, ikhlaskan saja dan mencintainya melalui kebahagiaan yang dia dapat.

Aku tertawa dalam hati sembari menyela motor kesayanganku. Bisa juga aku bijak. Umur boleh muda tetapi kalau soal cinta seorang lelaki wajib dewasa.
***


Hari semakin berlalu. Rasaku pada Bening semakin bertambah. Aku mulai berani mengajak ngobrol panjang lebar dengannya. Dan yang kuketahui, Bening sangat suka es jeruk. Dia juga suka makanan manis. Sama seperti orangnya, manisss sekali.

Pernah aku mengobrolkan makanan dengannya, Bening juga gadis yang apa adanya. Dia tidak segan untuk meminta makanan padaku yang notabene baru akrab beberapa hari dengannya.

“Tahu bulat itu gurih, makanan yang gurih itu pantang untuk dilewatkan.”

“Aku lebih suka makanan manis.”

“Sama ‘kan seperti kamu? Manisss banget,” aku nyengir antara geli dengan gombalanku dan juga melihat Bening yang tersipu.

“Boleh kuminta satu?” tunjuknya pada si tahu bulat. Apa sih yang tidak buat kamu?
“Boleh saja, ambil kalau mau.”

Dia menggigit sekali si tahu bulat dan mengulum senyum, “Makanan gurih itu memang pantang untuk dilewatkan.”

Aku tertawa, “Hahaha. Kubilang apa, seenak-enaknya makanan manis pasti ada eneg-nya. Kalau makanan gurih, menurutku nggak akan eneg!”

Rasa, boleh kukatakan pada Bening kalau dia yang membuatmu jadi istimewa? Sampaikan pada Bening bahwa rasa memang ada. Rasa memang utuh dan murni. Meskipun nantinya akan ternodai dengan embel-embel rasa cinta. Tapi rasa, kamu yang utama. Tidak akan ada cinta yang tiba-tiba tanpa adanya rasa.
***


Rasaku berubah menjadi cinta. Ini sudah hari ke-duabelas aku menghitung pendekatan dengan Bening Awingga. Hari ini juga rasaku memucat. Bening ijin tidak berangkat ke sekolah.

Pupus harapanku demi melihatnya yang membuat jantungku berdegup ternyata tidak hadir disini. Aku tidak hilang semangat, mungkin Bening sakit. Masih ada hari dan semangat lainnya untuk menunggu Bening muncul kembali.
***


Dan aku salah, hari ke-tigabelas pun Bening tetap absen tidak masuk ke sekolah. Kupikir demamnya masih belum turun atau pusing batuk pileknya belum juga sembuh. Yang penting rasaku masih setia. Aku masih bisa menunggunya meskipun tak tahu kabar tentang Bening yang sebenarnya.
***


Ini sudah beberapa hari aku mencoba menahan gelisahku. Rasaku semakin menumpuk menjadi benar-benar cinta. Kurasakan aku mulai khawatir. Bening belum juga muncul di hadapanku. Ada apa dengannya, aku takut.. Aku mulai berpikir bahwa sesuatu benar terjadi padanya. Rasa, bantu aku menjawab setiap keluh kesahku. Bantu aku untuk menemukan dimana titik tenang saat aku mulai mengkhawatirkannya.
***

Sampai detik ini, rasaku masih tetap sama dan setia. Aku tahu dimana Bening berada. Kemarin aku bertemu dengan teman sebangku Bening. Menanyakan keberadaannya yang hilang tanpa kabar.

Dan disinilah aku berada. Menatap sebuah gundukan tanah liat yang masih basah dan baru dengan taburan bunga di atasnya. Hai, Bening..

Ceritakan padaku bagaimana caranya kamu bertahan. Ceritakan padaku kenapa pucatmu tak pernah hilang. Rasa tak mampu lagi membantuku. Dia hanya menuntunku sampai disini. Sampai aku merasakan dan menyicipi manisnya rasa beserta cinta padamu. Namaku Ois. Aku pernah sekali merasakan rasa yang ditinggal jauh oleh seseorang. Jauh sekali sampai mungkin ke langit tujuh. Rasaku berubah cinta yang akan ku jaga dan setia. Sampai maut memisahkan, sampai detik ini akupun setia..

Komentar